Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

√ Koneksi Antar Materi Filosofi Pemikiran KHD, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak dan Budaya Positif

Pemikiran Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan sejati adalah yang memerdekakan dan menuntun potensi anak sesuai kodratnya. Filosofi ini menjadi dasar gerakan Guru Penggerak, pendidik yang berpihak pada murid, reflektif, kolaboratif, mandiri, dan inovatif. Visi Guru Penggerak mendorong lahirnya pemimpin pembelajaran yang menciptakan perubahan nyata di sekolah. Budaya positif menjadi wujud konkret dari nilai-nilai tersebut, membangun lingkungan yang aman, suportif, dan membina karakter. 

Artikel ini membahas keterkaitan antar elemen tersebut dalam membentuk pendidikan yang holistik dan transformatif.

Keterkaitan Antar Materi

Keterkaitan Filosofi KHD

  • Modul 1.1 Filosofi Pemikiran KHD
  • Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak
  • Modul 1.3 Visi Guru Penggerak
  • Modul 1.4 Budaya Positif

Tujuan Akhir dari keempat modul tersebut di atas adalah Profil Pelajar Pancasila

Filosofi Pemikiran KHD

1. Pendidikan Adalah Menuntun

Menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak (kodrat alam dan zaman) agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya

2. Pendidikan Menghamba Pada Murid

Pendidikan haruslah berpihak pada murid, sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan anak

3. Guru Ibarat Petani

Sekolah ibarat lahan atau tanah dan murid ibarat benih, petani hanya bisa menuntun tumbuhnya benih dengan merawatnya

Nilai dan Peran Guru Penggerak

Seorang guru harus mempunyai nilai dan menjalankan perannya agar mampu menuntun tumbuh kembangnya murid melalui pengajaran yang berpusat pada murid

1. Nilai Guru Penggerak

  • Mandiri
  • Reflektif
  • Inovatif
  • Kolaboratif
  • Berpihak pada murid

2. Peran Guru Penggerak

  • Menjadi pemimpin pembelajaran
  • Menjadi coach bagi guru lain
  • Mendorong kolaborasi
  • Mewujudkan kepemimpinan murid
  • Menggerakkan Komunitas Praktisi

Visi Guru Penggerak

Dalam mewujudkan suatu perubahan, diperlukan visi dan langkah-langkah yang tepat untuk mencapainya.

Visi dapat terwujud jika terdapat kerjasama dengan semua warga sekolah, oleh karena itu dalam mewujudkan visi diperlukan langkah konkret menggunakan metode Inquiri Apresiatif dengan tahapan Bagja 

Tahapan Bagja :

  • Buat Pertanyaan
  • Ambil Pelajaran
  • Gali Mimpi
  • Jabarkan Rencana
  • Atur Eksekusi

Budaya Positif

Berdasarkan penerapan tahapan Bagja tersebut, akan muncul pembiasaan-pembiasaan positif di sekolah yang kita kenal dengan istilah Budaya Positif

Budaya Positif akan menimbulkan rasa aman dan nyaman pada murid dalam proses pembelajaran.

Budaya positif juga akan mendorong murid untuk mampu berfikir, bertindak dan mencipta sebagai proses memerdekakan dirinya, sehingga murid lebih mandiri dan bertanggung jawab.

Refleksi Pertanyaan

Pemahaman atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif

Pemahaman saya tentang konsep-konsep inti yang telah saya pelajari di modul ini : 

1. Disiplin Positif

Disiplin positif merupakan pendekatan mendidik anak untuk melakukan kontrol diri dan pembentukan kepercayaan diri

2. Nilai Kebajikan dan Keyakinan Kelas

Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang

3. Posisi Kontrol

  • Pemberi hukuman
  • Pembuat Rasa Bersalah
  • Teman
  • Pemantau
  • Manager

4. Kebutuhan Dasar Manusia

  • Bertahan Hidup
  • Kasih Sayang dan Rasa Diterima
  • Penguasaan
  • Kebebasan
  • Kesenangan

5. Segitiga Restitusi

  • Menstabilkan Identitas
  • Validasi Tindakan yang Salah
  • Menanyakan Keyakinan

Perubahan yang terjadi pada cara berfikir Saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah saya setelah mempelajari modul ini

Setelah mempelajari modul ini saya berfikir bahwa untuk menciptakan budaya positif di kelas maupun di sekolah harus melibatkan siswa dalam perencanaan hingga pelaksanaan budaya positif, dengan harapan mewujudkan kelas atau sekolah yang nyaman, aman, positif berdasarkan keyakinan kelas atau sekolah yang diyakini Bersama.

Perubahan lainnya bahwa posisi kontrol saya yang selama ini sebagai penghukum atau pembuat merasa bersalah ternyata kurang tepat untuk mewujudkan disiplin, sehingga saya perlu merubahnya menjadi posisi control teman, pemantau, manager dan menerapkan Segitiga Restitusi

Pengalaman yang pernah saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam Modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah saya

Ketika saya mempunyai keinginan untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran disiplin atau indisipliner seswa dengan memposisikan diri sebagai manager, terkadang sikap saya berbenturan dengan budaya sekolah yang terbiasa menghukum siswa sevagai Langkah jitu membentuk disiplin.

Maka dari itu saya memerlukan suatu pendekatan khusus dalam mensosialisasikan hal ini kepada kepala sekolah dan rekan sejawat.

Perasaan saya Ketika mengalami hal-hal tersebut di atas

Saya merasa lebih tertantang untuk mengimplementasikan posisi guru sebagai manager dan menerapkan segitiga restitusi dalam menangani kasus indisipliner siswa. Karena dengan menempatkan diri sebagai manager guru akan memberikan kesempatan kepada murid untuk mempertanggung jawabkan perilakau dan mendukung murid menemukan Solusi atas permasalahannya.

Saya juga merasa tertantang untuk Menyusun strategi untuk mensosialisasikan konsep Budaya Positif kepada kepala sekolah dan rekan sejawat agar kami dapat berkolaborasi melakukan perubahan Budaya Positif di kelas maupun sekolah.

Menurut saya terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut dalam hal yang sudah baik dan hal yang perlu diperbaiki

Hal baik yang sudah ada di lingkungan kelas dan sekolah adalah Disiplin Positif, Nilai-nilai Kebajikan serta Keyakinan Kelas yang dibangun Bersama dengan Berpihak Pada Murid.

Adapun hal yang perlu diperbaiki adalah posisi control seorang guru yang selama ini cenderung sebagai Penghukum dan Pembuat Merasa Bersalah menuju posisi control seorang Teman, Pemantau dan Manager.

Sebelum mempelajari modul ini, Ketika berinteraksi dengan murid berdasarkan 5 posisi kontrol

Sebelumnya saya sering menggunakan posisi control sebagai Penghukum. Saat itu perasaan saya adalah merasa benar dengan tindakan yang saya berikan kepada murid saya kadang hasil yang saya harapkan berhasil namun hanya dalam jangka pendek, terkadang hasilnya juga kurang sesuai dengan harapan saya, kasus yang sama terulang kembali pada murid yang sama.

Setelah mempelajari modul ini saya mencoba menggunakan posisi control sebagai manager. Saat saya mampu memposisikan diri sebagai Manager dengan penerapan Segitiga Restitusi saya merasa senang dan bangga dengan murid saya yang lebih menunjukkan rasa tanggung jawabnya saat memperbaiki kesalahan dalam jangka waktu yang Panjang.

Sebelum mempelajari modul ini, secara tidak sadar saya pernah menggunakan konsep segitiga restitusi, namun tahapan tidak secara utuh

Tahapan yang pernah saya lakukan hanyalah Menstabilkan Identitas dan Validasi Tindakan yang Salah, tidak sampai melakukan tahapan Menanyakan Keyakinan. Sebelumnya saya cenderung meminta siswa melakukan perbaikan atas kesalahannya berdasarkan cara saya dan jika melanggar lagi akan ada hukumannya, bukan pendapat atau cara siswa itu sendiri berdasarkan keyakinan.

Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini hal-hal lain yang menurut saya penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif di lingkungan kelas maupun sekolah adalah

Budaya positif kolaborasi atau Kerjasama yang baik oleh semua warga sekolah, komite sekolah, wali murid dan masyarakat sekitar, diterapkan di kelas maupun sekolah serta sarana prasarana sekolah yang mendukung.

Kerjasama warga sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai Kebajikan diperlukan agar dapat membangun Budaya Positif sekolah.

Sarana prasarana sekolah sangat menunjang untuk mewujudkan sekolah yang nyaman, aman dan mendukung proses pembelajaran yang menyenangkan.

Kesimpulan

Filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara menjadi fondasi utama yang menjiwai nilai dan peran Guru Penggerak, visi kepemimpinan pembelajaran, serta penerapan budaya positif di sekolah. Nilai-nilai seperti berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif memperkuat peran Guru Penggerak sebagai agen perubahan. Visi Guru Penggerak mendorong guru untuk menciptakan transformasi nyata yang berfokus pada perkembangan murid secara holistik. Budaya positif menjadi bentuk implementasi dari seluruh nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, menciptakan lingkungan yang aman, menghargai perbedaan, dan membina karakter. Keterhubungan semua elemen ini membentuk sistem pendidikan yang lebih humanis, transformatif, dan memerdekakan.

Terima kasih, Semoga bermanfaat!


(Ditulis Oleh : Guru Penggerak Kab. Banyumas)